Nama : Fatimah Az Z Sumber : Buku
Kelas : X IPA 4 Judul : Pelukis S. Sudjojono
Absen : 11 Penulis : Ajip Rosidi
Penerbit : Penerbit NUANSA
Pelukis S. Sudjojono
ORIENTASI
Sudjojono dilahirkan di Kisaran, Tebing Tinggi, Sumatera Utara, sekitar tahun 1913. Sudjojono merupakan anak laki-laki dari Pak Sindu Darmo dan bu Narijem yang berasal dari Jawa. Pak Sindu merupakan juru rawat di rumah sakit orang hukuman yang ada di Tebing Tinggi, sedangkan Ibu Narijem dikenal sebagai dukun yang suka mengobati berbagai macam penyakit. Sudjojono bersekolah di HIS Boedi Oetomo di Tebing Tinggi, kemudian ia diangkat menjadi anak oleh gurunya yaitu Pak Yudhakusuma. Pak Yudha kemudia membawanya ke Jakarta tahun 129, pada saat itu Sudjojono duduk di kelas IV.
Sudjojono melanjutkan sekolahnya di HIS Arjuna Pertama di Petojo. Pak Yudha yang juga mengajar di sekolah itu adalah orang yang memupuk kegemarannya menggambar. Pada tahun 192, ia melanjutkan ke Sekolah Guru yaitu HIK Gunungsari di Lembang, Bandung. Seperti murid-murid yang lain, Sudjojono pun tinggal dalam asrama. Tapi Sudjojono bukanlah anak teladan. Ia nakal dan suka berontak. Maka dari itu, setelah kelas III ia dikeluarkan. Ia kemudian kembali ke Jakarta belajar kursus montir sebelum belajar melukis pada Pak Pirngadie selama beberapa bulan.
PERISTIWA PENTING
Atas kemauan Pak Yudha ia dikirim ke Taman Siswa Yogyakarta. Dan pada tahun 1933 ia dikirimkan ke Rogojampi, Jawa Timur untuk mengajar di Sekolah Taman Siswa yang baru dibuka selama kurang lebih satu tahun. Namun, Sudjojono yang berbakat melukis dan banyak membaca tentang seni lukis itu memilih jalan hidup sebagai pelukis. Bersama sejumlah pelukis, ia mendirikan PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia). Sudjojono adalah orang pertama di Indonesia yang menulis kritik seni lukis dalam Bahasa Indonesia pada pameran koleksi Regnault. Tidak hanya dalam bidang seni lukis, ia juga menulis kritik dalam bidang seni lainnya.
Lukisan Sudjojono mempunyai ciri khas kasar dan naturalistik. Dalam lukisan-lukisannya yang nampak bukanlah alam yang disajikan dengan halus cermat. Kecermatan tidaklah dijadikan tujuan, melainkansebgai bekal untuk mengekspresikan kebenaran yang lebih tinggi.
Sudjojono juga aktif dalam organisasi, ketika Jepang datang di Indonesia Sudjojono diminta duduk membantu Bung Karno dalam organisasi POETERA. POETERA berhasil menyelenggarakan pameran tunggal, pada pameran itu timbul pertikaian antara Sudjojono dengan ung Karno, sehingga Sudjojono akhirnya mengundurkan diri dari POETERA. Sekeluar dari POETERA, Sudjojono masuk Keimin Bunka Shidosho, ia mendapat tugas untuk memimpin bagian seni lukis. Setelah Republik Indonesia diproklamasikan Sudjojono menggabungkan diri dengan Angkatan Pemuda Indonesia (API). Ketika pemerintah Republik Indonesia hijrah ke Yogyakarta, Sudjojono pun meninggalkan Jakarta. Mula-mula ia bergabung di front Karawang, Cikampek, tapi kemudian pergi ke Madiun dan mendirikan Seniman Indonesia Muda. Sudjojono mengumpulkan karangan tentang seni lukisa kemudian diterbitkan bersama dalam sebuah buku berjudul Seni, Seniman dan Seni Lukis pada tahun 1946.
Secara fisik Sudjojono ikut serta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Pengalaman menggabungkan diri dengan para pejuang kemerdekaan bergerilya, sambil terus melukis. Tetapi menjelang pemilihan umum yang pertama tahun 1955 Sudjojono masuk ke Partai Komunis Indonesia (PKI) dan dicalonkan menjadi anggota DPR dan terpilih. Hal ini menyebabkan perpecahan, para pelukis muda banyak yang keluar dari Seniman Indonesia Muda. Sebagai anggota DPR, ia harus mempunyai disiplin partai, akibatnya kegiatannya melukis menjadi berkurang.
Pada saat itu, ia terlibat percintaan dengan seorang penyanyi, Rose Pandanwangi. Ia rela meninggalkan istri pertamanya dan juga anak-anaknya demi Rose. Sudjojono juga masuk agama Kristen Protestan yang sebelumnya ia beragama Islam. Ia pun melepaskan kursi parlemen di PKI. Dengan begitu, berakhirlah peranan Sudjojono sebagai orang politik.
Ia kemudian kembali kepada dunia seni, bersama Rose, ia mendirikan sanggar yang diberi nama “Sanggar Pandanwangi” yang terletak di Pejaten, Pasar Minggu. Tentu saja hasil sanggar itu tidak cukup. Untuk itu, ia membuat lukisn-lukisan potret pesanan. Di samping itu kadang-kadang lukisan Sudjojono pun dibeli orang, sehinnga mereka dapat hidup dengan cukup.
RE-ORIENTASI
Sudjojono adalah salah satu seorang pelukis ternama Indonesia yang tidak diragukan lagi peranannya di bidang seni. Ia aktif mengikuti berbagai macam organisasi. Lukisan-lukisannya mempunyai cri khas yang kasar dibanding lukisan pelukis-pelukis lainnya. Mungkin ia tidak berhasil menemukan rumusannya, mungkin ia telah gagal mencarinya, tetapi usaha-usahanya yang hiruk-pikuk hendak mencari identitas itu niscaya telah memberi pengaruh pada pelukis-pelukis lain sesamanya, seperti Affandi dan Hendra Gunawan. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya pada tahun 1969 ia memperoleh Anugerah Seni dalam bidang seni lukis dari Pemerintah Indonesia.
Kelas : X IPA 4 Judul : Pelukis S. Sudjojono
Absen : 11 Penulis : Ajip Rosidi
Penerbit : Penerbit NUANSA
Pelukis S. Sudjojono
ORIENTASI
Sudjojono dilahirkan di Kisaran, Tebing Tinggi, Sumatera Utara, sekitar tahun 1913. Sudjojono merupakan anak laki-laki dari Pak Sindu Darmo dan bu Narijem yang berasal dari Jawa. Pak Sindu merupakan juru rawat di rumah sakit orang hukuman yang ada di Tebing Tinggi, sedangkan Ibu Narijem dikenal sebagai dukun yang suka mengobati berbagai macam penyakit. Sudjojono bersekolah di HIS Boedi Oetomo di Tebing Tinggi, kemudian ia diangkat menjadi anak oleh gurunya yaitu Pak Yudhakusuma. Pak Yudha kemudia membawanya ke Jakarta tahun 129, pada saat itu Sudjojono duduk di kelas IV.
Sudjojono melanjutkan sekolahnya di HIS Arjuna Pertama di Petojo. Pak Yudha yang juga mengajar di sekolah itu adalah orang yang memupuk kegemarannya menggambar. Pada tahun 192, ia melanjutkan ke Sekolah Guru yaitu HIK Gunungsari di Lembang, Bandung. Seperti murid-murid yang lain, Sudjojono pun tinggal dalam asrama. Tapi Sudjojono bukanlah anak teladan. Ia nakal dan suka berontak. Maka dari itu, setelah kelas III ia dikeluarkan. Ia kemudian kembali ke Jakarta belajar kursus montir sebelum belajar melukis pada Pak Pirngadie selama beberapa bulan.
PERISTIWA PENTING
Atas kemauan Pak Yudha ia dikirim ke Taman Siswa Yogyakarta. Dan pada tahun 1933 ia dikirimkan ke Rogojampi, Jawa Timur untuk mengajar di Sekolah Taman Siswa yang baru dibuka selama kurang lebih satu tahun. Namun, Sudjojono yang berbakat melukis dan banyak membaca tentang seni lukis itu memilih jalan hidup sebagai pelukis. Bersama sejumlah pelukis, ia mendirikan PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia). Sudjojono adalah orang pertama di Indonesia yang menulis kritik seni lukis dalam Bahasa Indonesia pada pameran koleksi Regnault. Tidak hanya dalam bidang seni lukis, ia juga menulis kritik dalam bidang seni lainnya.
Lukisan Sudjojono mempunyai ciri khas kasar dan naturalistik. Dalam lukisan-lukisannya yang nampak bukanlah alam yang disajikan dengan halus cermat. Kecermatan tidaklah dijadikan tujuan, melainkansebgai bekal untuk mengekspresikan kebenaran yang lebih tinggi.
Sudjojono juga aktif dalam organisasi, ketika Jepang datang di Indonesia Sudjojono diminta duduk membantu Bung Karno dalam organisasi POETERA. POETERA berhasil menyelenggarakan pameran tunggal, pada pameran itu timbul pertikaian antara Sudjojono dengan ung Karno, sehingga Sudjojono akhirnya mengundurkan diri dari POETERA. Sekeluar dari POETERA, Sudjojono masuk Keimin Bunka Shidosho, ia mendapat tugas untuk memimpin bagian seni lukis. Setelah Republik Indonesia diproklamasikan Sudjojono menggabungkan diri dengan Angkatan Pemuda Indonesia (API). Ketika pemerintah Republik Indonesia hijrah ke Yogyakarta, Sudjojono pun meninggalkan Jakarta. Mula-mula ia bergabung di front Karawang, Cikampek, tapi kemudian pergi ke Madiun dan mendirikan Seniman Indonesia Muda. Sudjojono mengumpulkan karangan tentang seni lukisa kemudian diterbitkan bersama dalam sebuah buku berjudul Seni, Seniman dan Seni Lukis pada tahun 1946.
Secara fisik Sudjojono ikut serta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Pengalaman menggabungkan diri dengan para pejuang kemerdekaan bergerilya, sambil terus melukis. Tetapi menjelang pemilihan umum yang pertama tahun 1955 Sudjojono masuk ke Partai Komunis Indonesia (PKI) dan dicalonkan menjadi anggota DPR dan terpilih. Hal ini menyebabkan perpecahan, para pelukis muda banyak yang keluar dari Seniman Indonesia Muda. Sebagai anggota DPR, ia harus mempunyai disiplin partai, akibatnya kegiatannya melukis menjadi berkurang.
Pada saat itu, ia terlibat percintaan dengan seorang penyanyi, Rose Pandanwangi. Ia rela meninggalkan istri pertamanya dan juga anak-anaknya demi Rose. Sudjojono juga masuk agama Kristen Protestan yang sebelumnya ia beragama Islam. Ia pun melepaskan kursi parlemen di PKI. Dengan begitu, berakhirlah peranan Sudjojono sebagai orang politik.
Ia kemudian kembali kepada dunia seni, bersama Rose, ia mendirikan sanggar yang diberi nama “Sanggar Pandanwangi” yang terletak di Pejaten, Pasar Minggu. Tentu saja hasil sanggar itu tidak cukup. Untuk itu, ia membuat lukisn-lukisan potret pesanan. Di samping itu kadang-kadang lukisan Sudjojono pun dibeli orang, sehinnga mereka dapat hidup dengan cukup.
RE-ORIENTASI
Sudjojono adalah salah satu seorang pelukis ternama Indonesia yang tidak diragukan lagi peranannya di bidang seni. Ia aktif mengikuti berbagai macam organisasi. Lukisan-lukisannya mempunyai cri khas yang kasar dibanding lukisan pelukis-pelukis lainnya. Mungkin ia tidak berhasil menemukan rumusannya, mungkin ia telah gagal mencarinya, tetapi usaha-usahanya yang hiruk-pikuk hendak mencari identitas itu niscaya telah memberi pengaruh pada pelukis-pelukis lain sesamanya, seperti Affandi dan Hendra Gunawan. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya pada tahun 1969 ia memperoleh Anugerah Seni dalam bidang seni lukis dari Pemerintah Indonesia.
Komentar
Posting Komentar